Pangkalpinang , MPH
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menjerat 60 pekerja ilegal asal Bangka Belitung, termasuk 30 warga Pangkalpinang, menunjukkan masalah struktural dimana lemahnya sistem perlindungan TKI.
Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB), Fitri Ramdhani Harahap, menilai fenomena ini bukan sekadar kasus individu, melainkan masalah struktural yang mencerminkan kondisi ekonomi dan sosial yang mendorong warga untuk mencari pekerjaan di luar negeri meskipun berisiko tinggi.
Menurut Fitri, keinginan warga untuk bekerja di luar negeri, khususnya di Myanmar dan Kamboja, tidak lepas dari faktor ekonomi. Kondisi ekonomi yang sulit membuat banyak orang mudah tergiur dengan janji pekerjaan bergaji tinggi, meskipun melalui jalur ilegal.
“Mereka yang berangkat biasanya berasal dari keluarga kurang mampu dan memiliki ekspektasi bahwa bekerja di luar negeri akan meningkatkan taraf hidup mereka. Sayangnya, banyak yang tidak mendapatkan informasi cukup mengenai risiko dan prosedur legal,” ujar Fitri
Selain faktor ekonomi, minimnya pengawasan terhadap agen tenaga kerja ilegal dan lemahnya penegakan hukum juga menjadi pemicu. Banyak pekerja yang tertipu oleh calo yang menjanjikan pekerjaan sebagai operator judi online di Kamboja, tetapi justru berakhir di wilayah konflik di Myanmar di bawah kendali kelompok bersenjata.
Fitri menilai bahwa kasus ini membuktikan masih adanya kelemahan dalam perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, terutama mereka yang berangkat tanpa dokumen resmi. Karena korban terjebak di Myawaddy, wilayah yang berada di luar kendali pemerintahan Myanmar, proses pemulangan menjadi sangat sulit.
“Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan kerja sama diplomasi dengan negara-negara tujuan pekerja migran ilegal serta memperkuat perlindungan konsuler. Selain itu, perlu ada peran organisasi internasional seperti IOM (International Organization for Migration) untuk membantu proses pemulangan dan perlindungan korban,” jelasnya.
Untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang, Fitri menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya TPPO dan cara bekerja di luar negeri secara legal.
“Program penyuluhan harus diperluas hingga ke daerah-daerah rawan pengiriman tenaga kerja ilegal. Warga harus diberi pemahaman bahwa pekerjaan dengan janji menggiurkan sering kali berujung pada eksploitasi,” tegasnya.
Selain edukasi, pengawasan terhadap agen tenaga kerja juga perlu diperketat. Pemerintah harus menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam perekrutan ilegal serta memperbaiki sistem pengawasan agar masyarakat tidak mudah tertipu.
Di sisi lain, Fitri menyoroti pentingnya peningkatan kesejahteraan ekonomi di daerah asal pekerja migran. Jika lapangan pekerjaan dan akses terhadap keterampilan yang layak tersedia, maka ketergantungan pada pekerjaan ilegal di luar negeri dapat diminimalkan.
“Selama kondisi ekonomi masyarakat masih sulit, maka kasus seperti ini akan terus terulang. Pemerintah harus menciptakan lebih banyak peluang kerja di dalam negeri agar warga tidak perlu mencari peruntungan dengan cara yang berisiko,” tutupnya.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang tidak memiliki kejelasan legalitas guna menghindari kasus serupa di masa depan. (tim)