Pemicu Gagalnya Program Ketahanan Pangan

by -30 views

Langkat, MPH
Pemerintah desa melalui kepala desa berpotensi tidak paham tentang dana desa untuk ketahanan pangan menuju swasembada pangan nasional khususnya tanaman padi dan jagung di karenakan kurangnya pembinaan.

Langkat (Sumut)-Presisi Hukum
Berdasarkan peraturan menteri desa nomor 2 tahun 2024 tentang petunjuk operasional atas fokus penggunaan Dana desa tahun 2025 bahwa fokus penggunaan Dana Desa untuk program Ketahanan Pangan paling rendah sebesar 20 % (dua puluh persen). Hal tersebut seharusnya sudah bisa maksimal dalam membangun desa di bidang pertanian.

Untuk itu di perlukan pembinaan dan pelatihan bagi kepala desa terkait ketahanan pangan, serta sangat di butuhkan keterlibatan pihak swasta untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa dalam hasil panen petani, demi mewujudkan swasembada pangan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani yang ada di desa.

Hal tersebut disampaikan oleh kepala bidang advokasi dan pertimbangan Tani merdeka Medan – Sumut bapak Saptari Wibowo S.S.TESOL.F.DIP.OXCEL.(UK), senin 28/4/2025.Dalam hasil kerja dan laporan laporan tim investigasi di lapangan, mengatakan, “Sangat disayangkan bahwa hampir semua kepala desa yg ada di Kabupaten langkat tidak menganggarkan dana desanya untuk pupuk yg di mana saat ini para petani sangat membutuhkan kebutuhan akan pupuk demi menyokong dan meringankan petani dalam menanam padi,jagung dan tanaman sayuran lainnya.”

Bahkan beliau (masboy) nama sapaan akrab, yang juga relawan pemilihan presiden PRABOWO GIBRAN periode 2024 – 2029 berharap kepada kepala desa agar segera mempertimbangkan kembali mengenai pentingnya pupuk bagi petani, sehingga segera di evaluasi dan sesegera mungkin untuk di anggarkan di Perubahan (P), karena jika tidak maka ini bisa di kategori kan bertentangan dengan program Asta Cita presiden Prabowo mengenai kuatnya ketahanan pangan negara bersumber dari kuatnya ketahanan pangan desa. Dan berpotensi bertentangan dengan keputusan menteri desa KEPMENDES tentang fokus penggunaan Dana desa untuk ketahanan pangan di tahun 2025.

Berdasarkan hasil wawancara dan investigasi pengamatan wartawan presisi hukum dan (team) di lapangan membenarkan keadaan tersebut, bahwa sangatlah di perlukan pembinaan dalam
segi *pertanian* dan *pengelolaan keuangan* bahkan pembinaan dari segi *hukum* juga sangat penting bagi penerima program ketahanan pangan untuk menuju swasembada pangan nasional khususnya di desa.

Di karenakan kurangnya pengetahuan dan pengalaman pihak penyelenggara program ketahanan pangan dalam hal ini yang paling bertanggung jawab adalah kepala desa,gapoktan dan PPL serta pasifnya BPD bisa menjadi pemicu dan penyebab gagalnya program ketahanan pangan di desa di karenakan minimnya pengetahuan sehingga menjadi tidak terwujudnyanya tujuan utama dari program ketahanan pangan tersebut yaitu untuk meningkatkan perekonomian petani dan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat, sesuai arahan presiden Republik Indonesia bapak H.Prabowo Subianto terkait pencegahan krisis pangan dalam misi Asta Cita untuk mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan dan berdasarkan peraturan menteri desa KEPMENDES no.2 pasal 7 ayat 4 tahun 2024.

Contohnya saja di desa Paya rengas dan desa Sukajadi yang ada di kecamatan hinai kabupaten Langkat, Dengan monotonnya cara petani bercocok tanam di karenakan kurangnya pembinaan dan minimnya pengetahuan serta keterbatasan pihak penyelenggara ketahanan pangan desa, membuat hasil panen petani di fase tanam singgang (masa tanam selalu jelek) “kata petani”, panen selalu tidak memuaskan bahkan panen petani banyak yang gagal.
Menurut kesaksian petani ketika di konfirmasi (tidak ingin di sebut namanya) terkait hasil panen, petani banyak mengeluh, dengan luas lahan 8 rante atau 3200 m^2 hanya mendapatkan 8 goni atau kurang lebih 800 kg, sementara idealnya menurut petani dari hasil panen 8 rante atau 3200 m^2 adalah 32 goni atau sekitar 3200 kg atau per rante sama dengan 400 kg atau perhaktar sekitar 10 ton, namun kenyataannya petani hanya mendapatkan 2,5 ton saja perhaktar, tambahnya”

Sementara jika dikalkulasikan di lapangan anggaran yg di alokasikan ke masyarakat khususnya petani, antara yang di berikan petani (subsidi) dan yang di butuhkan oleh petani seperti solusi pupuk untuk petani sangatlah jauh dari harapan, bahkan banyak kepala desa di Kabupaten langkat di tahun 2025 saat anggaran pertama di terima banyak kepala desa yang enggan mengalokasikan dana desanya untuk kebutuhan pupuk bagi petani, sementara masyarakatnya di dominasi oleh petani. contohnya keluhan petani desa suka jadi dan desa paya rengas sebut saja berinisial T, “keluhan petani bukan hanya soal harga pupuk tetapi juga tidak adanya solusi bagi perawatan tanah dan tanaman yang baik dan benar, sehingga petani selalu gagal terus, “katanya”. Dan inilah hasil investigasi di lapangan salah satu fakta setelah di cek kondisi tanah ternyata dalam kondisi PH 4,5 – 5,0 artinya (unsur hara tanah yang buruk), menjadi bukti gagalnya panen petani, fakta di lapangan ini juga yang harus benar-benar di amati dan di cermati serta di cari solusinya oleh pemerintah pusat melalui dinas pertanian, kepala daerah dan dinas terkait yang ada di kabupaten langkat.(sur)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *